Kata Pengantar
Puji syrukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Aqidha dan Akhlak tentang Pengertian Ibadah, Karakteristik Ibadah, Pembagian Ibadah, Fungsi Ibadah. Walaupun masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan maupun isi. Mudah-mudahan dengan adanya pembahasan ini dapat mempermudah mahasiswa untuk memahami dan mengetahui tentang Pengertian ibadah, dan kami berharap dengan adanya pembahasan ini mudah-mudahan dapat bernanfaat penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya
PENDAHULUAN
Jika pilar islam yang pertama, yaitu akidah yang bersih dari syirik, pilar islam yang kedua adalah ibadah yang benar, terbebas dari bid’ah. Ibadah berasal dari kata ‘abada, ya’budu, yang berarti menghamba atau tunduk dan patuh. ‘abdun berarti budak atau hamba sahaya, alma’bad berarti mulia dan agung, ‘abada bihi berarti selalu mengikutinya, alma’bud berarti yang memiliki, yang dipatuhi dan diagungkan.
Jika makna kata-kata ini diurutkan, ia akan menjadi susunan kata-kata yang logis, yaitu: "bila seseorang menghambakan diri terhadap yang lain, ia akan mengikuti, mengagungkan, memuliakan, mematuhi dan tunduk. Berdasarkan pernyataan diatas
Ibadah Dalam Syari’at Islam
A. Pengertian Ibadah
Ibadah adalah fenomena yang ada sepanjang sejarah manusia. Sebab, merupakan kebutuhan manusia seperti makan, minum, buang hajat, berkomunikasi, kawin, dan sebagainya. Ibadah adalah manifestasi naluri beragama (gharizah tadayyun) yang dimiliki oleh setiap orang. Oleh karena itu, dari masa ke masa di berbagai pelosok bumi ini ada orang yang melakukan aktivitas ibadah terlepas dari benar salah ibadahnya seperti penyembahan para dewa di kalangan orang-orang Yunani, Rumawi, India, China dan bangsa-bangsa lainnya. Ada yang menyembah matahari, menyembah bulan, menyembah bintang, menyembah api, menyembah sapi, menyembah batu, menyembah kayu, dan sesembahan lainnya.
Dalam konteks hukum syari’at Islam, ibadah yang secara bahasa artinya taat, adalah aktivitas hubungan manusia sebagai hamba (bahasa Arab: abdi atau ibaad) dengan Allah SWT Sang Pencipta sebagai Dzat yang diibadahi (ma’buud). Allah SWT sebagai penentu syari’at Islam (musyarri’) telah menurunkan hukum-hukum yang sangat rinci tentang ibadah dan ini dapat dirujuk pada berbagai kitab fiqh yang membahas masalah-masalah ibadah seperti sholat, zakat, shaum (puasa), haji, dan lain-lain. Inilah yang disebut ibadah secara khusus.
Sedangkan secara umum,ibadah adalah adalah taat kepada segala perintah Allah dan menjauhi segalalarangan-Nya. Allah SWT berfirman:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Qs. adz-Dzaariyaat [51]: 56).
Tulisan ini membahas filosofi ibadah dalam arti khusus, target-target yang mesti dicapai dalam setiap melakukan ibadah, karakteristik ibadah, dan bekas-bekas hasil ketekunan ibadah.
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Qs. adz-Dzaariyaat [51]: 56).
Tulisan ini membahas filosofi ibadah dalam arti khusus, target-target yang mesti dicapai dalam setiap melakukan ibadah, karakteristik ibadah, dan bekas-bekas hasil ketekunan ibadah.
Ahli fiqh mengartikan ibadah dengan:
"Apa yang dikerjakan untuk mendapat keridhaan Allah dan mengharap pahalaNya di akhirat.
B. Pembagian Ibadah
Ibadah itu sendiri bisa dikelompokkan ke dalam kategori berdasarkan beberapa klasifikasi, antara lain:
a. Pembagian ibadah didasarkan pada umum dan khusus (khashashah dan
‘ammah)
1) Ibadah khashashah ialah ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti shalat, zakat, puasa dan haji.
2) Ibadah ‘ammah, yakni semua pernyataan baik yang dilakukan dengan niat yang baik dan semata-mata karena Allah, seperti makan, minum, bekerja dan lain sebagainya dengan niat melaksanakan perbuatan itu untuk menjaga badan jasmaniah dalam rangka agar dapat beribadah kepada Allah.
b. Pembagian ibadah dari segi hal-hal yang bertalian dengan pelaksanaannya, dibagi menjadi tiga:
1) Ibadah jasmaniah, ruhiyah, seperti salat dan puasa.
2) Ibadah ruhiyah dan amaliyah, seperti zakat
3) Ibadah jasmaniah ruhiyah dan amaliyah, seperti mengerjakan haji.
c. Pembagian ibadah dari segi kepentingan perseorangan atau masyarakat, dibagi dua:
1) Ibadah fardhi, seperti salat dan puasa
2) Ibadah ijtima’I seperti zakat dan haji
d. Pembagian dari segi bentuk dan sifatnya.
1) Ibadah yang berupa perkataan atau ucapan lidah, seperti membaca do’a, membaca Al Qur’an, membaca dzikir, membaca tahmid dan mendoakan orang yang bersin.
2) Ibadah yang berupa pekerjaan tertentu bentuknya meliputi perkataan dan perbuatan, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji.
3) Ibadah yang berupa perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti menolong orang lain, berjihad, membela diri dari gangguan.
4) Ibadah yang pelaksanaannya menahan diri, seperti ihram, puasa dan I’tikaf, dan menahan diri untuk berhubungan dengan istrinya.
5) Ibadah yang sifatnya menggugurkan hak, seperti membebaskan hutang dan memaafkan orang yang bersalah.
Dalam beribadah, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi, yakni:
a. Ikhlas, yakni semata-mata karena Allah
39:11-12
b. Sah, maksudnya amal itu dilakukan sesuai dengan kehendak syara’
18:110
Menurut rumusan fukaha, sah ialah lawan batal. Perbuatan yang dihukumi sah, ila memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Dalam urusan perkawinan bila tidak terpenuhi rukun, disebut batal dan bila tidak memenuhi syarat-syaratnya maka fasid.
Pada pembagian ibadah di muka telah diterangkan bahwa ibadah khashasah ialah yang ditentukan bentuk ketentuan dan pelaksanannya. Sedang ibadah ‘ammah adalah semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena Allah. Pernyataan diatas, seakan-akan niat merupakan kriteria pada ibadah ‘ammah dan tidak merupakan kriteria pada ibadah mahdhah, padahal niatpun ada pada ibadah mahdlah. Sebagian berpendapat niat adalah rukun, sebagian berpendapat merupakan syarat.
QS 98:5
"Bahwasanya segala amal menurut niat dan bahwasananya bagi seseorang itu apa yang diniatkan.
HR Bukhari dan Muslim dari Umar
C. Karaktreristik Ibadah
Ibadah memiliki karakteristik tertentu yang khas, yakni: Pertama, ibadah bersifat tauqifiyah alias diterima apa adanya dari Dzat yang disembah. Apa yang ditetapkan Allah melalui nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah dilaksanakan sebagaimana pengertiannya tanpa disalahi. Seorang muslim (secara bahasa artinya pasrah) melaksanakan sholat, shaum, maupun haji dengan cara tertentu. Tidak dibenarkan seorang muslim sholat dengan meletakkan kedua tangannya di tengkuknya, sebab tidak ada nash yang menyebut hal itu. Juga tidak dibenarkan seorang muslim melaksanakan kewajiban haji di bulan Ramadhan, sebab haji itu telah ditetapkan waktunya menurut sunnah Rasul yaitu di bulan Zulhijjah.
Rasulullah Saw bersabda:
“Sholatlah kalian sebagaimana aku sholat.”
“Ambilah dariku manasik (rute perjalanan haji) kalian.”
Kedua, ibadah itu secara hukum diperintahkan oleh Allah tanpa sebab disyari’atkannya (tanpa ilat syar’iyyah). Misalnya, disyari’atkannya wudlu bukanlah demi kebersihan. Diwajibkannya sholat bukanlah supaya kaum muslmin berolahraga.
Ketiga, ibadah hanya dilakukan untuk Allah semata. Hukum-hukum ibadah mengatur hubungan seorang muslim, sebagai makhluk, dengan khaliknya. Maka tidak boleh seorang muslim dalam ibadahnya menserikatkan Allah SWT dengan seorang pun di antara makhluk-Nya. Diibadahi merupakan hak tunggal Allah SWT. Itulah makna lailaha illallah, yakni la ma’buuda illallah. Artinya, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.
“Sholatlah kalian sebagaimana aku sholat.”
“Ambilah dariku manasik (rute perjalanan haji) kalian.”
Kedua, ibadah itu secara hukum diperintahkan oleh Allah tanpa sebab disyari’atkannya (tanpa ilat syar’iyyah). Misalnya, disyari’atkannya wudlu bukanlah demi kebersihan. Diwajibkannya sholat bukanlah supaya kaum muslmin berolahraga.
Ketiga, ibadah hanya dilakukan untuk Allah semata. Hukum-hukum ibadah mengatur hubungan seorang muslim, sebagai makhluk, dengan khaliknya. Maka tidak boleh seorang muslim dalam ibadahnya menserikatkan Allah SWT dengan seorang pun di antara makhluk-Nya. Diibadahi merupakan hak tunggal Allah SWT. Itulah makna lailaha illallah, yakni la ma’buuda illallah. Artinya, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.
Allah SWT berfirman:
Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. (Qs. al-Qashash [28]: 88).
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya. (Qs. al-Kahfi [18]: 110).
Keempat, ibadah yang diterima hanyalah yang dikerjakan dengan niat ikhlas lillahi ta’ala. Seorang muslim yang melaksanakan sholat Maghrib tanpa niat lillahi ta’ala, sholatnya tidak diterima, tidak mendapatkan pahala, dan belum menggugurkan kewajiban sholat itu sendiri. Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya amal-amal (mesti dikerjakan) dengan niat.” [HR. Bukhari].
Maksud dari amal-amal pada hadits tersebut adalah khusus amal ibadah, sebab amal selain ibadah tak perlu disertai niat.
Kelima, ibadah kepada Allah secara langsung, tanpa perantara. Seorang muslim sholat menghadap Allah SWT dan berkata-kata dalam bacaan sholatnya langsung kepada Allah SWT. Ketika seorang muslim berlapar-lapar di dalam berpuasa, laparnya itu langsung dihubungkan dan diniatkan untuk Allah SWT. Dan dengan kekuasaan Allah SWT setiap muslim langsung mendapatkan hot line untuk bermunajat dan mengajukan segala keluh kesahnya kepada Allah SWT di dalam doa-doanya. Allah SWT telah menyatakan dalam firman-Nya:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku. (Qs. al-Baqarah [2]: 186).
Keenam, ibadah mudah dilaksanakan. Allah SWT tidak memerintahkan kepada hamba-Nya sesuatu yang tak mampu dilaksanakan. Bahkan dalam hukum-hukum ibadah ada rukhshoh atau keringanan. Seorang muslim yang sakit boleh sholat sambil duduk. Seorang musafir boleh berbuka (tidak shaum) di bulan Ramadhan. Orang yang sakit dan buta dibebaskan dari kewajiban jihad fi sabilillah. Allah SWT berfirman:
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Qs. al-Baqarah [2]: 286).
Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya agama (Islam) ini mudah.”
Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. (Qs. al-Qashash [28]: 88).
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya. (Qs. al-Kahfi [18]: 110).
Keempat, ibadah yang diterima hanyalah yang dikerjakan dengan niat ikhlas lillahi ta’ala. Seorang muslim yang melaksanakan sholat Maghrib tanpa niat lillahi ta’ala, sholatnya tidak diterima, tidak mendapatkan pahala, dan belum menggugurkan kewajiban sholat itu sendiri. Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya amal-amal (mesti dikerjakan) dengan niat.” [HR. Bukhari].
Maksud dari amal-amal pada hadits tersebut adalah khusus amal ibadah, sebab amal selain ibadah tak perlu disertai niat.
Kelima, ibadah kepada Allah secara langsung, tanpa perantara. Seorang muslim sholat menghadap Allah SWT dan berkata-kata dalam bacaan sholatnya langsung kepada Allah SWT. Ketika seorang muslim berlapar-lapar di dalam berpuasa, laparnya itu langsung dihubungkan dan diniatkan untuk Allah SWT. Dan dengan kekuasaan Allah SWT setiap muslim langsung mendapatkan hot line untuk bermunajat dan mengajukan segala keluh kesahnya kepada Allah SWT di dalam doa-doanya. Allah SWT telah menyatakan dalam firman-Nya:
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku. (Qs. al-Baqarah [2]: 186).
Keenam, ibadah mudah dilaksanakan. Allah SWT tidak memerintahkan kepada hamba-Nya sesuatu yang tak mampu dilaksanakan. Bahkan dalam hukum-hukum ibadah ada rukhshoh atau keringanan. Seorang muslim yang sakit boleh sholat sambil duduk. Seorang musafir boleh berbuka (tidak shaum) di bulan Ramadhan. Orang yang sakit dan buta dibebaskan dari kewajiban jihad fi sabilillah. Allah SWT berfirman:
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Qs. al-Baqarah [2]: 286).
Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya agama (Islam) ini mudah.”
D. Peranan dan Fungsi Ibadah
Peran dan fungsi ibadah terbagi menjadi 2 yaitu peran dan fungsi ibadah secara umum dan secara khusus
a. Peran dan fungsi ibadah secara umum
Secara umum ibadah dapat berperan sebagai alat untuk menumbuhkan kesadaran pada diri manusia bahwa ia sebagai insan diciptakan Allah khusus untuk mengabdi kepada diri-Nya. Ini jelas disebutkan dalam Al Qur’an surat Az Zariyat ayat 56 :
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”
b. Peran dan fungsi ibadah secara khusus
Peran dan fungsi ibadah secara khusus ini meliputi fungsi masing-masing dari jenis ibadah. Jenis-jenis ibadah ini dapat dikelompokkan menjadi lima bagian atau biasa disebut Rukun Islam yang terdiri dari syahadat,shalat,zakat,puasa, dan pergi haji jika mampu.
c. Peran dan fungsi Syahadat
Kalimat syahadat berbunyi : Asyhadu allaa ilaaha illa Allaah wa asyhadu anna Muhammad Rasuul Allaah. Yang artinya adalah Aku mengakui tidak ada tuhan selain Allah dan Aku mengakui Muhammad Utusan Allah.
Ikrar pertama yang diucapakan dalam syahadat adalah pernyataan suci penyaksian dan keyakinan yang sungguh-sungguh tentang keesaan Allah. Bagian yang pertama ini mengandung pengingkaran mutlak tentang adanya ilah-ilah,tuhan-tuhan ataupun dewa-dewa lain dalam segala bentuknya selain Allah. Kalimat ini membebaskan manusia dari pengkultusan individu (pendewaan seseorang) Bagi orang beriman, kalimat ini sejatinya berfungsi untuk menimbulkan kesadaraan akan harga dirinya sebagai manusia, dengan menutup segala kemungkinan untuk menyombongkan diri,merasa lebih dari orang lain.
Ikrar selanjutnya ialah pengakuan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Mengenai ini,ajaran islam hanya memberikan tempat yang sewajarnya saja kepada Rasul Allah. Seorang muslim mengaku bahwa Nabi Muhammad adalah manusia biasa yang dipilih Allah untuk menjadi Utusan-Nya. Seperti yang telah difirmankan Allah dalam surat Al Kahfi ayat 110:
“Katakanlah( Muhammad) Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.”
Hal ini berfungsi untuk mencegah pegkultusan Nabi Muhammad seperti yang telah dilakukan kaum Nasrani yang telah mengkultuskan Nabi Isa as menjadi sekutu Allah.
d. Peran dan Fungsi Shalat
Shalat adalah suatu ibadah yang mengandung beberapa ucapan dan perbuatan tertentu,yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Shalat adalah tiang agama,barangsiapa yang ,menegakkannya maka dia telah menegakkan agama,barangsiapa yang menghancurkannya dia menghancurkan agama. Peran dan fungsi shalat antara lain:
· Shalat dapat memberikan ketentraman dan ketabahan hati,sehingga orang tidak mudah kecewa/gelisah mentalnya jika menghadapi musibah,dan tak mudah lupa daratan jika mendapat kenikmatan/kesenangan, sebagaimana firman Allah dalam surat Al- Maarij ayat 20-22
“20. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, 21. dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, 22. kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,”
- Mencegah seseorang melakukan pernuatan keji dan munkar,sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an surat al Ankabut ayat 45:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
- Menumbuhkan Disiplin Pribadi
Dalam shalat kita dituntut untuk fokus dan selalu tepat waktu sehingga akan menumbuhkan rasa disiplin bagi setiap individu yang melaksanakan shalat.
- Menyehatkan Fisik
Ternyata tak hanya manfaat shalat tak hanya berupa manfaat ruhani tapi, manfaat shalat juga berupa manfaat fisik. Telah banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli yang menyatakn bahwa posisi dalam shalat sangat berguna untuk kesehatan fisik. Salah satunya adalah posisi badan ketika sujud yang dapat memperlancar darah masuk ke otak sehingga otak lebih banyak mendapat pasokan oksigen dan nutrisi. Hal ini dapat menyebabkan pikiran kita terasa lebih jernih
DAFTAR PUSTAKA
Anur Rahim Faqih, dkk. Islamuna, Bimbingan Shalat dan Bacaan Al Qur’an, LPPAI UII, 2002
Mochammad Teguh, et.al. Latihan Kepemimpinan Islam Dasar, UII Press, 2001
http://recyclearea.wordpress.com/author/recyclearea/
mantaps pak ustadz, ijin meresume ya buat tugas, thanks.
BalasHapushttp://totaltren.blogspot.com/2014/10/makalah-pendidikan-agama-1.html
perde modelleri
BalasHapussms onay
mobil ödeme bozdurma
nft nasıl alınır
ankara evden eve nakliyat
trafik sigortası
DEDEKTOR
kurma.website
Aşk romanları
SMM PANEL
BalasHapussmm panel
Https://isilanlariblog.com/
instagram takipçi satın al
HİRDAVATCİ BURADA
beyazesyateknikservisi.com.tr
servis
Tiktok jeton hilesi indir
kartal mitsubishi klima servisi
BalasHapuspendik lg klima servisi
ataşehir lg klima servisi
ataşehir alarko carrier klima servisi
çekmeköy daikin klima servisi
kartal lg klima servisi
ümraniye lg klima servisi
kartal arçelik klima servisi
ümraniye bosch klima servisi
uc satın al
BalasHapusen son çıkan perde modelleri
lisans satın al
özel ambulans
yurtdışı kargo
minecraft premium
nft nasıl alınır
en son çıkan perde modelleri