Jumat, 04 Maret 2011

Metode Para Shahabat dalam Memahami Aqidah

  1. Aqidah merupakan pokok agama yang wajib diketahui oleh setiap orang. Dalam memahami aqidah ini, haruslah kita mengacu kepada kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw serta dengan ijma’ (kesepakatan) Salafus shalih dalam memahaminya. Oleh karena itu ada beberapa kaidah penting dalam memahami hal ini, di antanya:
  2. Apabila terjadi perselisihan dalam memahami nash-nash yang telah ada, maka pemahaman salaf (shahabat, tabi’in dan orang-orang yang berjalan di atas jalan mereka) merupakan hujjah yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk memahami nash-nash tersebut. Dikarenakan Rasulullah saw telah menyatakan bahwa mereka adalah sebaik-baik umat dan manusia yang paling paham dengan agama Allah. Tidak cukup itu saja, bahkan Allah SWT dan Rasul-Nya telah memerintahkan kita untuk meniti jalan mereka, mengembalikan pemahaman sesuai dengan pemahaman mereka dan juga telah memberikan ancaman bagi siapa saja yang menyelisihi jalan mereka.
  3. Salafus shalih mendasari metode mereka dalam memahami aqidah dengan bimbingan wahyu yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Oelh karena itu pemahaman mereka adalah pemahaman yang paling didasari dengan ilmu, paling selamat dan paling bijaksana dalam memahaminya.
  4. Aqidah adalah perkara tauqifiyyah yang dilarang mengotak-atiknya tanpa ada bimbingan wahyu dari Allah SWT. Karena perkara aqidah adalah perkara yang ghoib yang akal pikiran manusia tidak akan sanggup untuk menjangkaunya. Siapa saja yang menetapkan dan memahami permasalahan aqidah tanpa berlandaskan dengan dalil-dalil syar’I, maka dia telah berdusta atas nama Allah seerta berkata tanpa dasar ilmu.
  5. Aqidah dibangun di atas dasar ikhlas kepada Allah dan ittiba’ (mengikuti) petunjuk Rasulullah saw. imam Az-Zuhri berkata: “Dari Allahlah datangnya risalah (Al-Qur’an dan As-Sunnah), kewajiban Rasulullah untuk menyampaikan dan kewajiban Rasulullah untuk menyampaikan dan kewajiban kita untuk menerimanya dengan ikhlas”.
  6. Para sahabat, imam-imam tabi’in dan yang mengikuti mereka seerta ulama-ulama sunnah (salafus shalil) semuanya berada di atas bimbingan petunjuk Rasulullah dan jalan mereka adalah jalannya kaum muslimin, atsar-atsar mereka merupakan bimbingan dan jalan yang lurus. Imam Al-Auza’I berkata: “Wajib atasmu untuk berpegang teguh dengan atsar orang-orang sebelummu (salafus shalih) walaupun manusia tidak mempedulikanmu. Jauhilah pemikiran-pemikiran yang menyimpang walaupun mereka menghiasinya dengan ucapan-ucapan yang manis…”.


Inilah jalan yang ditempuh para sahabat dalam memahami dalil-dalil yang berkaitan dengan permasalahan akidah. Barangsiapa yang mengambil petunjuk dan memahami aqidah sesuai tatacara yang dilakukan para shahabat, maka ia berada di atas bimbingan dan petunjuk Rasulullah saw.

Sumber: Buletin dakwah Al-Minhaj/9 Nopember 2007

Pengertian Ibadah

Kata Pengantar

Puji syrukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Aqidha dan Akhlak tentang Pengertian Ibadah, Karakteristik Ibadah, Pembagian Ibadah, Fungsi Ibadah. Walaupun masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan maupun isi. Mudah-mudahan dengan adanya pembahasan ini dapat mempermudah mahasiswa untuk memahami dan mengetahui tentang Pengertian ibadah, dan kami berharap dengan adanya pembahasan ini mudah-mudahan dapat bernanfaat penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya





PENDAHULUAN

Jika pilar islam yang pertama, yaitu akidah yang bersih dari syirik, pilar islam yang kedua adalah ibadah yang benar, terbebas dari bid’ah. Ibadah berasal dari kata ‘abada, ya’budu, yang berarti menghamba atau tunduk dan patuh. ‘abdun berarti budak atau hamba sahaya, alma’bad berarti mulia dan agung, ‘abada bihi berarti selalu mengikutinya, alma’bud berarti yang memiliki, yang dipatuhi dan diagungkan.
Jika makna kata-kata ini diurutkan, ia akan menjadi susunan kata-kata yang logis, yaitu: "bila seseorang menghambakan diri terhadap yang lain, ia akan mengikuti, mengagungkan, memuliakan, mematuhi dan tunduk. Berdasarkan pernyataan diatas



Ibadah Dalam Syari’at Islam

A. Pengertian Ibadah
         
            Ibadah adalah fe­nomena yang ada sepanjang sejarah manusia. Sebab, merupakan kebutuhan manusia seperti makan, minum, buang hajat, berkomunikasi, kawin, dan sebagainya. Ibadah adalah mani­festasi naluri beragama (gharizah tadayyun) yang dimiliki oleh se­tiap orang. Oleh karena itu, dari masa ke masa di berbagai pelo­sok bumi ini ada orang yang me­lakukan aktivitas ibadah terle­pas dari benar salah ibadah­nya seperti penyembahan para dewa di kalangan orang-orang Yunani, Rumawi, India, China dan bangsa-bangsa lainnya. Ada yang menyembah matahari, menyembah bulan, menyembah bintang, menyembah api, me­nyembah sapi, menyembah batu, menyembah kayu, dan sesem­bahan lainnya.
            Dalam konteks hukum syari’at Islam, ibadah yang se­cara bahasa artinya taat, adalah aktivitas hubungan manusia se­bagai hamba (bahasa Arab: abdi atau ibaad) dengan Allah SWT Sang Pencipta sebagai Dzat yang diibadahi (ma’buud). Allah SWT sebagai penentu syari’at Islam (musyarri’) telah menurun­kan hukum-hukum yang sangat rinci tentang ibadah dan ini dapat dirujuk pada berbagai kitab fiqh yang membahas masalah-masalah ibadah seperti sholat, zakat, shaum (puasa), haji, dan lain-lain. Inilah yang disebut iba­dah secara khusus.
            Sedangkan secara umum,ibadah adalah adalah taat kepa­da segala perintah Allah dan menjauhi segalalarangan-Nya. Allah SWT berfirman:
            Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Qs. adz-Dzaariyaat [51]: 56).

            Tulisan ini membahas filo­sofi ibadah dalam arti khusus, target-target yang mesti dicapai dalam setiap melakukan ibadah, karakteristik ibadah, dan bekas-bekas hasil ketekunan ibadah.
Ahli fiqh mengartikan ibadah dengan:
"Apa yang dikerjakan untuk mendapat keridhaan Allah dan mengharap pahalaNya di akhirat.

B. Pembagian Ibadah
            Ibadah itu sendiri bisa dikelompokkan ke dalam kategori berdasarkan beberapa klasifikasi, antara lain:
a.       Pembagian ibadah didasarkan pada umum dan khusus (khashashah dan   
‘ammah)
1) Ibadah khashashah ialah ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti shalat, zakat, puasa dan haji.
2) Ibadah ‘ammah, yakni semua pernyataan baik yang dilakukan dengan niat yang baik dan semata-mata karena Allah, seperti makan, minum, bekerja dan lain sebagainya dengan niat melaksanakan perbuatan itu untuk menjaga badan jasmaniah dalam rangka agar dapat beribadah kepada Allah.
b. Pembagian ibadah dari segi hal-hal yang bertalian dengan pelaksanaannya,                                                                                                                                            dibagi menjadi tiga:
1) Ibadah jasmaniah, ruhiyah, seperti salat dan puasa.
2) Ibadah ruhiyah dan amaliyah, seperti zakat
3) Ibadah jasmaniah ruhiyah dan amaliyah, seperti mengerjakan haji.
c. Pembagian ibadah dari segi kepentingan perseorangan atau masyarakat,                   dibagi dua:              
1) Ibadah fardhi, seperti salat dan puasa
2) Ibadah ijtima’I seperti zakat dan haji
d. Pembagian dari segi bentuk dan sifatnya.
1) Ibadah yang berupa perkataan atau ucapan lidah, seperti membaca do’a, membaca Al Qur’an, membaca dzikir, membaca tahmid dan mendoakan orang yang bersin.
2) Ibadah yang berupa pekerjaan tertentu bentuknya meliputi perkataan dan perbuatan, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji.
3) Ibadah yang berupa perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti menolong orang lain, berjihad, membela diri dari gangguan.
4) Ibadah yang pelaksanaannya menahan diri, seperti ihram, puasa dan I’tikaf, dan menahan diri untuk berhubungan dengan istrinya.
5) Ibadah yang sifatnya menggugurkan hak, seperti membebaskan hutang dan memaafkan orang yang bersalah.
Dalam beribadah, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi, yakni:
a. Ikhlas, yakni semata-mata karena Allah
   39:11-12
b. Sah, maksudnya amal itu dilakukan sesuai dengan kehendak syara’
   18:110
            Menurut rumusan fukaha, sah ialah lawan batal. Perbuatan yang dihukumi sah, ila memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Dalam urusan perkawinan bila tidak terpenuhi rukun, disebut batal dan bila tidak memenuhi syarat-syaratnya maka fasid.
Pada pembagian ibadah di muka telah diterangkan bahwa ibadah khashasah ialah yang ditentukan bentuk ketentuan dan pelaksanannya. Sedang ibadah ‘ammah adalah semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena Allah. Pernyataan diatas, seakan-akan niat merupakan kriteria pada ibadah ‘ammah dan tidak merupakan kriteria pada ibadah mahdhah, padahal niatpun ada pada ibadah mahdlah. Sebagian berpendapat niat adalah rukun, sebagian berpendapat merupakan syarat.
QS 98:5
"Bahwasanya segala amal menurut niat dan bahwasananya bagi seseorang itu apa yang diniatkan.
HR Bukhari dan Muslim dari Umar

C. Karaktreristik Ibadah

            Ibadah memiliki karakte­ristik tertentu yang khas, yakni: Pertama, ibadah bersifat tauqifiyah alias diterima apa ada­nya dari Dzat yang disembah. Apa yang ditetapkan Allah me­lalui nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah dilaksanakan sebagai­mana pengertiannya tanpa disa­lahi. Seorang muslim (secara bahasa artinya pasrah) melak­sanakan sholat, shaum, maupun haji dengan cara tertentu. Tidak dibenarkan seorang muslim sho­lat dengan meletakkan kedua tangannya di tengkuknya, sebab tidak ada nash yang menyebut hal itu. Juga tidak dibenarkan seorang muslim melaksanakan kewajiban haji di bulan Rama­dhan, sebab haji itu telah dite­tapkan waktunya menurut sun­nah Rasul yaitu di bulan Zul­hijjah.
Rasulullah Saw bersab­da:

Sholatlah kalian sebagaimana aku sholat.

Ambilah dariku manasik (rute perjalanan haji) kalian.

Kedua, ibadah itu secara hukum diperintahkan oleh Allah tanpa sebab disyari’atkannya (tanpa ilat syar’iyyah). Misalnya, disyari’atkannya wudlu bukanlah demi kebersihan. Diwajibkannya sholat bukanlah supaya kaum muslmin berolahraga.

Ketiga, ibadah hanya di­lakukan untuk Allah semata. Hukum-hukum ibadah mengatur hubungan seorang muslim, seba­gai makhluk, dengan khaliknya. Maka tidak boleh seorang mus­lim dalam ibadahnya menseri­katkan Allah SWT dengan seo­rang pun di antara makhluk-Nya. Diibadahi merupakan hak tung­gal Allah SWT. Itulah makna lailaha illallah, yakni la ma’buuda illallah. Artinya, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah.

Allah SWT berfirman:

Janganlah kamu sembah di sam­ping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. (Qs. al-Qashash [28]: 88).

Barangsiapa mengharap perjum­paan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhan­nya. (Qs. al-Kahfi [18]: 110).

Keempat, ibadah yang diterima hanyalah yang diker­jakan dengan niat ikhlas lillahi ta’ala. Seorang muslim yang me­laksanakan sholat Maghrib tanpa niat lillahi ta’ala, sholatnya tidak diterima, tidak mendapatkan pa­hala, dan belum menggugurkan kewajiban sholat itu sendiri. Ra­sulullah Saw bersabda:

Sesungguhnya amal-amal (mes­ti dikerjakan) dengan niat.” [HR. Bukhari].

Maksud dari amal-amal pada ha­dits tersebut adalah khusus amal ibadah, sebab amal selain iba­dah tak perlu disertai niat.

Kelima, ibadah kepada Allah secara langsung, tanpa pe­rantara. Seorang muslim sholat menghadap Allah SWT dan ber­kata-kata dalam bacaan sho­latnya langsung kepada Allah SWT. Ketika seorang muslim berlapar-lapar di dalam berpu­asa, laparnya itu langsung dihu­bungkan dan diniatkan untuk Allah SWT. Dan dengan kekua­saan Allah SWT setiap muslim langsung mendapatkan hot line untuk bermunajat dan menga­jukan segala keluh kesahnya kepada Allah SWT di dalam doa-doanya. Allah SWT telah me­nyatakan dalam firman-Nya:

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku menga­bulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku. (Qs. al-Baqarah [2]: 186).

Keenam, ibadah mudah dilaksanakan. Allah SWT tidak memerintahkan kepada hamba-Nya sesuatu yang tak mampu dilaksanakan. Bahkan dalam hu­kum-hukum ibadah ada rukhshoh atau keringanan. Seorang mus­lim yang sakit boleh sholat sam­bil duduk. Seorang musafir bo­leh berbuka (tidak shaum) di bu­lan Ramadhan. Orang yang sakit dan buta dibebaskan dari ke­wajiban jihad fi sabilillah. Allah SWT berfirman:

Allah tidak membebani sese­orang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Qs. al-Baqarah [2]: 286).

Rasulullah Saw bersabda:

Sesungguhnya agama (Islam) ini mudah.



D. Peranan dan Fungsi Ibadah
            Peran dan fungsi ibadah terbagi menjadi 2 yaitu peran dan fungsi ibadah secara umum dan secara khusus
a.       Peran dan fungsi ibadah secara umum
            Secara umum ibadah dapat berperan sebagai alat untuk menumbuhkan kesadaran pada diri manusia bahwa ia sebagai insan diciptakan Allah khusus untuk mengabdi kepada diri-Nya. Ini jelas disebutkan dalam Al Qur’an surat Az Zariyat ayat 56 :
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku
b.      Peran dan fungsi ibadah secara khusus
            Peran dan fungsi ibadah secara khusus ini meliputi fungsi masing-masing dari jenis ibadah. Jenis-jenis ibadah ini dapat dikelompokkan menjadi lima bagian atau biasa disebut Rukun Islam yang terdiri dari syahadat,shalat,zakat,puasa, dan pergi haji jika mampu.
c.       Peran dan fungsi Syahadat
            Kalimat syahadat berbunyi : Asyhadu allaa ilaaha illa Allaah wa asyhadu anna Muhammad Rasuul Allaah. Yang artinya adalah Aku mengakui tidak ada tuhan selain Allah dan Aku mengakui Muhammad Utusan Allah.
            Ikrar pertama yang diucapakan dalam syahadat adalah pernyataan suci penyaksian dan keyakinan yang sungguh-sungguh tentang keesaan Allah. Bagian yang pertama ini mengandung pengingkaran mutlak tentang adanya ilah-ilah,tuhan-tuhan ataupun dewa-dewa lain dalam segala bentuknya selain Allah.  Kalimat ini membebaskan manusia dari pengkultusan individu (pendewaan seseorang) Bagi orang beriman, kalimat ini sejatinya berfungsi untuk menimbulkan kesadaraan akan harga dirinya sebagai manusia, dengan menutup segala kemungkinan untuk menyombongkan diri,merasa lebih dari orang lain.
            Ikrar selanjutnya ialah pengakuan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Mengenai ini,ajaran islam hanya memberikan tempat yang sewajarnya saja kepada Rasul Allah. Seorang muslim mengaku bahwa Nabi Muhammad adalah manusia biasa yang dipilih Allah untuk menjadi Utusan-Nya.  Seperti yang telah difirmankan  Allah dalam surat Al Kahfi ayat 110:
            “Katakanlah( Muhammad)  Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa.” Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.”
Hal ini berfungsi untuk mencegah pegkultusan Nabi Muhammad  seperti yang telah dilakukan kaum Nasrani yang telah mengkultuskan Nabi Isa as menjadi sekutu Allah.

d.      Peran dan Fungsi Shalat
            Shalat adalah suatu ibadah yang mengandung beberapa ucapan dan perbuatan tertentu,yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Shalat adalah tiang agama,barangsiapa yang ,menegakkannya maka dia telah menegakkan agama,barangsiapa yang menghancurkannya dia menghancurkan agama. Peran dan fungsi shalat antara lain:
·         Shalat dapat memberikan ketentraman dan ketabahan hati,sehingga orang tidak mudah kecewa/gelisah mentalnya jika menghadapi musibah,dan tak mudah lupa daratan jika mendapat kenikmatan/kesenangan, sebagaimana firman Allah dalam surat Al- Maarij ayat 20-22
            “20. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, 21. dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, 22. kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
  • Mencegah seseorang melakukan pernuatan keji dan munkar,sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an  surat al Ankabut ayat 45:
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
  • Menumbuhkan Disiplin Pribadi
Dalam shalat kita dituntut untuk fokus dan selalu tepat waktu sehingga akan menumbuhkan rasa disiplin bagi setiap individu yang melaksanakan shalat.
  • Menyehatkan Fisik
            Ternyata tak hanya manfaat shalat tak hanya berupa manfaat ruhani tapi, manfaat shalat juga berupa manfaat fisik. Telah banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli yang menyatakn bahwa posisi dalam shalat sangat berguna untuk kesehatan fisik. Salah satunya adalah posisi badan ketika sujud yang dapat memperlancar darah masuk ke otak sehingga otak lebih banyak mendapat pasokan oksigen dan nutrisi. Hal ini dapat menyebabkan pikiran kita terasa lebih jernih
                                                 DAFTAR PUSTAKA
Anur Rahim Faqih, dkk. Islamuna, Bimbingan Shalat dan Bacaan Al Qur’an, LPPAI UII,            2002
Mochammad Teguh, et.al. Latihan Kepemimpinan Islam Dasar, UII Press, 2001
http://recyclearea.wordpress.com/author/recyclearea/

FIQIH SHALAT JENAZAH


I PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Kita dalam melaksanakan  agama seperti Rasullah mengamalkan agama, khusunya ibadah kita lakukan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah. Dalam melaksanakan shalat jenazah kita lakukan berdasarkan hadits yang berasal dari Rasullah dan sebagai seorang muslim menshalatkan jenazah adalah fardhu kifayah. Maka sembayangkanlah jenazah itu dengan syarat-syarat shalat, dengan niat yang ikhlas karena Allah dan takbirlah. Perintah menshalatkan jenazah dijelaskan dalam hadits berikut:
Rasulullah SAW bersabda : “Shalatkanlah mayat-mayatmu!” (HR. Ibnu Majah).
Abu Hurairah r.a. bahwa Rasullah saw, bersabda: “Barang siapa melawatkan jenazah sehingga dishalatkan, maka akan mendapatkan pahala satu qirath: dan barang siapa melawatnya sehingga dikubur, maka akan mendapatkan pahala dua qirath”. Orang bertanya: “Apakah dua qirath itu?”. Sahud beliau: “sebagai dua bukit yang besar”. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
1.2 Rumusan Masalah
1) membahas pengertian shalat jenazah
2) untuk megetahui rukun shalat jenazah
3) untuk memahami hikmah shalat jenazah
1.3 Tujuan
1) memahami pengertian shalat jenazah
2) mengeetahui rukun shalat
3) dan memahami hikmah shalat jenazah
II PEMBAHASAN

Bilamana seorang dari kamu sakit, maka hendaklah bersabar dan hendaklah ia kamu jenguk. Dan bila ia hamper sampai ajalnya, maka hendaklah ia bersangka baik kepada Allah dan berwashiyatlah kalau ia meninggalkan barang milik. Hendaklah ia kamu talqinkan orang yang akan meninggal “La-ila-ha illa-lla-h” dan hadapkanlah ia kea rah kiblat. Dan bilamana ia meniggal, maka pejamkanlah matanya dan doa’kanlah baginya serta selubungilah ia dengan kain  yang baik.
Berdasarkan urain di atas ada beberapa hal yang wajib dilakukan oleh seorang muslim dalam mengurus jenazah yaitu mulai dari memandikan, mengafani, menshalatkan samapi dengan menguburkan atau memakamkan.

2.1 cara memandikan mayat
Kalau kamu hendak memandikan mayat, maka mulailah dari anggota kanannya serta anggota wudlu dan mandikanlah dengan bilangan gasal tiga atau lima kali atau lebih dari itu, denan air dan daun bidara atau sabun, serta pada kali terakhir taruhlah kapur barus meskipun sedikit, dan jalinlah rambut mayat perempuan tiga pintal, lalu keringkanlah dengan handuk. Hendaklah mayat pria dimandikan oleh pria; dan dibenarkan bagi salah seorang dari suami-isteri. Dan tutupilah kalau ada cela tubuhnya.

2.2 Cara mengafani mayat
Kafanlah mayat itu dengan baik-baik dalam kain putih yang menutup seluruh tubuhnya

2.1 Shalat Jenazah
Shalat jenazah adalah shalat yang dikerjakan sebanyak 4 kali takbir dalam rangka mendoakan orang muslim yang sudah meninggal. Jenazah yang disholatkan adalah jenazah yang telah dimandikan dan dikafankan. Hukum melaksanakan sholat jenazah adalah fardhu kifayah (kewajiban yang ditujukan kepada orang banyak, tetapi apabila sebagian dari mereka telah mengengrjakannya maka gugurlah kewajiban bagi yang lain). Jika tidak ada seorang pun yang mengerjakan kewajiban itu maka mereka berdosa semua.
Rasulullah SAW bersabda : “Shalatkanlah mayat-mayatmu!” (HR. Ibnu Majah).
“Shalatkanlah olehmu orang-orang yamg sudah meninggal yang sebelumnya mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” (HR. Ad-Daruruquthni).
Keutamaan orang yang menshalatkan jenazah dijelaskan dalam hadits berikut :
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda : ” Siapa yang mengiringi jenazah dan turut menshalatkannya maka ia memperoleh pahal sebesar satu qirath (pahala sebesar satu gunung), dan siapa yang mengiringinya sampai selesai penyelenggaraannya, ia akan mamperoleh dua qirath.” (HR. Jama’ah dan Muslim).

2.2  Syarat-syarat Shalat Jenazah
a.       Shalat jenazah sama halnya dengan shalat yang lain, yaitu harus menutup aurat, suci hadats besar dan kecil, suci badan, pakaian dan tempatnya serta menghadap kiblat.
b.      Jenazah sudah dimandikan dan dikafani
c.       Letakan jenazah sebelah kiblat orang yang melayatinya, kecuali kalau shalat dilakukan di atas kuburan atau shalat gaib.

2.3  Rukun Shalat Jenazah
1) Niat
Niat ini penting mengingat sabda nabi: "Innama a'malu bin niat"
yang artinya "sesungguhnya amalan itu di nilai berdasarkan niatnya". Apalagi dalam amal ibadah seperti shalat jenazah, tentunya kita juga harus berniat sebelum melakukan shalat jenazah. Namun  belum pernah
ditemukan satu sumber pun yang menyatakan bahwa niat harus di ucapkan secara lisan. Oleh karena itu niat hanya di azamkan di dalam hati.
2)      Berdiri bila mampu.
3)       Mengucap takbir 4 kali dengan bacaan2 doa didalamnya
4)      Membaca taawudz yang dilanjutkan dengan membaca surah Al Fatihah
5)      Membaca doa untuk mayit
6)      Mengucap salam

2.4  Tata cara shalat jenazah secara ringkas
1)     Takbir 1
Membaca ta'awudz kemudian Al Fatihah: "A'udzubillahiminassyaitonirrojiim Bismillahirrohmaanirrohim Alhamdulillahirrrobil'aalamiin Arrohmaanirrohim....dst"
2)     Takbir 2
membaca shalawat : "Allohumma Sholi'ala Muhammad ...."
3)     Takbir 3
membaca doa untuk si mayit: "Allohummaghfirlahu warhamhu ...dst"
4)     Takbir 4
membaca doa: "Allohumma laa tahrimnaa..."
5)     Membaca Salam

     Doa shalat jenazah
Doa shalat jenazah adalah bacaan yang dibaca di dalam shalat jenazah.
a. Setelah takbir pertama yang di baca adalah Ta'awudz (a'udzubillahiminassyaitonirrojim) dilanjutkan surah Al Fatihah. 
b. Setelah takbir kedua adalah shalawat kepada nabi. Shalawat nabi adalah bacaan Allohuma  Shali'ala Muhammad wa'ala ali Muhammad ~ sampai ~ innaka hamidummajiid. Beberapa sumber menyebutkan bahwa "Allohuma Shali'ala Muhammad" saja boleh.
c. Setelah takbir ketiga membaca do'a untuk si mayit sebagai berikut ini:
"Allahumaghfirlahu warhamhu wa aafihi wa’fuanhu wa akrim nuzulahu wawassi’u mudkholahu wagh
silhu bima-in wa tsalji, wa naqqihi minal khata-ya- kama- yu- naqqats tsaubal abyadhu minad danas wa abdilhu da-ron khairan min da-rihi, wa ahlan khairan min ahlihi, wa zaujan khairan min zaujihi-, wa qihi-finatalqabri wa’adza-bah

( Artinya: Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, maafkanlah dia, ampunilah kesalahannya, muliakanlah kematiannya, lapangkanlah kuburnya, cucilah dosa-dosanya dengan air, es dan embun, bersihkan dia dari segala kesalahan sebagaimana Engkau membersihkan pakaian yang putih dari segala kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik, gantilah keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, gantilah istrinya dengan istri yang lebih baik, masukkan di ake dalam surga, hindarkan dia dari siksa kbur dan siksa neraka) (HR Muslim)
d.     Dan setelah takbir keempat membaca doa ini:
"Allahumma laa tahrimnaa ajrohu walaa taftinna ba'dahu waghfirlanaa walahu."
( Artinya: "Ya Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai kepadanya atau janganlah Engkau meluputkan kami akan pahalanya, dan janganlah Engkau memberi kami fitnah sepeninggalnya, serta ampunilah kami dan dia."
Dan do’a bagi anak-anak:
Allah-hummaj ‘alhu lana- salafan wa farathan wa ajran.


Dan bolehkalah kita menshalatkannya di dalam masjid. Shalatkan ia, berjama’ah tiga baris. Dan hendaklah Imam berdiri pada arah kepala mayat bagi pria dan pada arah tengah(lambung) bagi perempuan. Janganlah menshlatkannya pada waktu terbit matahari kecuali sesudah naik, pada tengah tengah hari, dan pada waktu hampir terbenam matahari kecuali sesudah terbenam.

Hadits yang menjelaskan memperbolehkan mensholatkan jenazah di dalam masjid: hadits dari ‘ Aisyah r.a. bahwa ia berkata sewaktu kematian Sa’ad bin Abi Waqqash: “Bawa masuklah ia ke masjid agar aku dapat mensholatkanya”.

Hadits yang menjelaskan menshalatkan mayit berjama’ah: menurut hadits Malik bin Hubairah bahwa Rasullah s.a.w. bersabda : “Orang mukmin yang mati lalu dishalatkan oleh segolongan kaum muslimin, sampai jadi tiga shaf, tentulah diberi ampun”. Maka kalau sedikit bilangan orang yang mensholatkan jenazah, Malik bin Hubairah berusaha menjadikan mereka menjadi tiga shaf. (Diriwayatkan oleh lima ahli hadits selain Nasai).


2.5  Menshalatkan orang yang bunuh diri
Orang yang meninggal dunia karena bunuh diri berdasarkan riwayat segolongan ahli hadits kecuali Bukhari, tidak dishalatkan. Berikut hadits yang menjelaskan: kepada Nabi dibawa seorang laki-laki yang bunuh diri dengan mata lembing yang lebar. Maka Nabi tidak menshlatkan jenazahnya



                                               
2.6   Sahlat Gaib
Shalat ghaib adalah shalat atas jenazah yang tidak bersama-sama dengan orang yang menshalatkan, meskipun jenazah itu sudah dikuburkan. Sebenarnnya menshlatkan jenazah yang kemungkinan telah dishalatkan, berdasarkan apa yang telah dilakukan Nabi tidak menjadi halangan, karena Nabi pernah menshalatkan jenazah sahabatnya yang telah dikubur selama satu bulan pada saat menggalnya Nabi belum menshalatkan.  Demikian juga sholat di atas kubur, sebagaimana hadits berikut :
                       
Dari Ibnu Abbas r.a. ia berkata bahwa Nabi saw menhalatkan (seseorang) di atas kubur, sudah (dikubur) sebulan lamannya. (HR. Ad Daruquthny).

Dari riwayat Bukhari dan Abu Hurairah, Nabi pernah kehilangan seorang penyapu masjid (ada yang mengatakan wanita dan ada yang menyatakan ia pria). Ketika nabi menanyakannya, dijawab oleh para sahabat bahwa yang ditanyakannya itu telh meniggal dunia dan seakan-akan menganggap orang itu remeh. Nabi pun memerinthakan menunjukan kuburan orang itu, kemudian menshlatkan di kuburannya.

                           
2.7  Hikmah Shalat Jenazah
Kita dalam melaksanakan  agama seperti Rasullah mengamalkan agama, khusunya ibadah kita lakukan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah. Dalam melaksanakan shalat jenazah kita lakukan berdasarkan hadits yang berasal dari Rasullah. Kita dapati beberapa riwayat Hadits, di antarannya:
Menurut hadits Malik bin Hubairah bahwa Rasullah saw, bersabda: Orang mukmin yang mati lalu dishalatkan oleh segolongan kaum Muslimin, sampai menjadi 3 shaf, tentulah diberi ampun. Maka kalau sedikit bilangan orang yang menshalatkan jenazah, maka Malik bin Hubairah berusaha menjadikan mereka itu 3 shaf. Diriwayatkan oleh ahli Hadits kecuali An Nasaiy.
                                                
Riwayat Ibnu Abbas, pernah ia mendengar bahwa Nabi bersabda: Orang islam yang mati lalu jenazahnya dishalatkan oleh 40 orang yang tidak musyrik, tentu Allah mengabulkan doa mereka. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan Abu Dawud).
                                                                                                                          
Memahami kedua hadits tersebut nyatalah menshalatkan mayat ada manfaatnya bagi mayat, yakni ampuna dari Allah SWT atas doa orang-orang yang menshalatkannya. Sedangkan bagi yang menshalatkan mendapatkan pahala satu qirath dan yang menshalatkan sampai jenazah dikubur mendapatkan dua qirath.























III. PENUTUP

3.1 Kesimplulan
Shalat jenazah adalah shalat yang dikerjakan sebanyak 4 kali takbir dalam rangka mendoakan orang muslim yang sudah meninggal. Hukum melaksanakan sholat jenazah adalah fardhu kifayah Jika tidak ada seorang pun yang mengerjakan kewajiban itu maka mereka berdosa semua.
Rukun shalat jenazah
1)      Niat
2)      Berdiri bila mampu.
3)      Mengucap takbir 4 kali dengan bacaan2 doa didalamnya
4)      Membaca taawudz yang dilanjutkan dengan membaca surah Al Fatihah
5)      Membaca doa untuk mayit
6)      Mengucap salam















DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Ari. 2007. Shalat Jenazah. (online) tesedia: http://ari2abdillah.wordpress.com/2007/06/25/shalat-jenazah/. 5  Januari 2011
Drs Rifa’i Moh. 2005. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. PT. Karya Toha Putra. Semarang          
H. Moelyadi, Drs. H. Abdurrahman Asjmuni. 2003. Tanya Jawab Agama 1. Suara Muhammadiyah.

Team PP Muahmmadiyah, Majelis Tarjih. 1967. Himpunan Putusan Tarjih. Yogyakarta.